Archive | Uncategorized RSS feed for this section

Contoh Soal Perhitungan Pajak

22 May

CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Si A adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan pada tahun 2010 sebesar Rp180.000.000,-. Si A statusnya kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Si A menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:
Jumlah peredaran setahun Rp180.000.000,-
Presentase penghasilan norma (lihat daftar presentase norma) = 20%
Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 180.000.000,- = Rp 3.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP Rp 36.000.000,- – Rp 19.800.000,- = Rp 6.200.000,-
Pajak Penghasilan yang terutang : 5% x Rp 6.200.000,- = Rp 310.000,-
PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar si A setiap bulan: Rp 310.000,- : 12 = Rp 25.833,-

CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK BADAN
Koperasi Unit Desa A bergerak dibidang simpan pinjam. Pada tahun 2010 memiliki penerimaan bruto dalam setahun sebesar Rp 500.000.000,- dan seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha (sesuai ketentuan perpajakan) sebesar Rp 4.250.000.000,-.
Dengan demikian, penghasilan netonya adalah : Rp 500.000.000,- – Rp 425.000.000,- = Rp 75.000.000,-
Pajak Penghasilan yang terutang : Rp75.000.000,- x 25% x 50% = Rp9.375.000,-
Tarif 50% di atas dikarenakan Koperasi Unit Desa A mendapat fasilitas.
PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar KUD A setiap bulan: Rp9.375.000,- : 12 = Rp781.250,-

CONTOH PENGHITUNGAN PELUNASAN PPh PASAL 29 WAJIB ORANG PRIBADI
Si A adalah pengusaha restoran (UMKM) di Jakarta yang tergolong sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dan menggunakan pencatatan dalam penghitungan besarnya PPh.
Jumlah peredaran usaha (omzet) selama setahun adalah Rp 510.500.000,-
PPh Pasal 25 (WP OPPT) yang sudah dilunasi (0,75 x Rp 510.500.000,-) adalah Rp 3.828.750,-
Setelah dihitung PPh yang terutang selama setahun adalah Rp 10.975.750,-
PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh si A adalah sebesar : Rp 10.975.750,- – Rp 3.828.750,- = Rp 7.147.000,-

CONTOH PENGHITUNGAN PELUNASAN PPh PASAL 29 WAJIB PAJAK BADAN
Koperasi Unit Desa A, setelah menghitung PPh terutang tahun pajak 2010 diketahui PPh terutang setahun sebesar Rp 12.000.000,-.
Angsuran PPh Pasal 25 selama tahun 2010 (12 bulan) sebesar : Rp 781.250,- x 12 = Rp 9.375.000,-
PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh KUD A adalah sebesar : PPh yang terutang – angsuran PPh Pasal 25 Rp12.000.000, – Rp9.375.000,- = Rp2.625.000,00

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS GAJI KARYAWAN
Polan (tidak kawin) yang telah memiliki NPWP adalah karyawan Koperasi, menerima gaji Rp 1.700.000,-/bulan, tunjangan beras Rp 300.000,-/bulan. Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Penghasilan bruto : (1.700.000,- + 300.000,-) = Rp 2.000.000,-
Biaya jabatan : (5% x Rp 2.000.000) = Rp 100.000,-
Iuran pensiun : = Rp 100.000,-
Penghasilan neto sebulan = Rp 1.800.000,-
Penghasilan neto setahun : (12 x Rp 1.800.000,-) = Rp 21.600.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak(TK/-) = Rp 15.840.000,-
Penghasilan Kena Pajak = Rp 5.760.000,-
PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp5.760.000,- = Rp 288.000,-
PPh Pasal 21 sebulan : Rp288.000,- : 12 = Rp 24.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS GAJI KARYAWAN
Polan (kawin tanpa tanggungan) yang telah memiliki NPWP adalah karyawan Tuan A (UMKM) yang telah ditunjuk KPP sebagai pemotong PPh Pasal 21 , menerima gaji Rp 2.000.000,-/bulan, Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Penghasilan bruto : (2.000.000,- ) = Rp 2.000.000,-
Biaya jabatan : (5% x Rp 2.000.000) = Rp 100.000,-
Iuran pensiun : = Rp 100.000,-
Penghasilan neto sebulan = Rp 1.800.000,-
Penghasilan neto setahun : (12 x Rp 1.800.000,-) = Rp 21.600.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak(TK/-) = Rp 17.160.000,-
Penghasilan Kena Pajak = Rp 4.440.000,-
PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 4.440.000,- = Rp 222.000,-
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 222.000,- : 12 = Rp 18.500,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
Polin adalah UMKM perseorangan (memiliki NPWP) yang telah ditunjuk KPP sebagai pemungut PPh Pasal 22, membayar Rp10.000.000,- untuk pembelian kayu dari pedagang pengumpul. Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Polin : Rp10.000.000,- x 0,25 = Rp25.000,-

CONTOH PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 22 ATAS IMPOR BARANG
CV Polan (badan memiliki NPWP) melakukan import barang dengan nilai impor Rp50.000.000,-. CV Polan tidak mempunyai Angka Pengenal Impor (API). Besarnya PPh Pasal 22 yang harus disetor oleh CV Polan : Rp50.000.000,- x 7,5% = Rp3.750.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 23 ATAS JASA TERTENTU (SERVICE MESIN ATAU KOMPUTER)
PT Polan (badan memiliki NPWP) membayar ke perusahaan yang bergerak di bidang service komputer dengan nilai jasa Rp5.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT Polan : Rp5.000.000,- x 2% = Rp100.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 23 ATAS JASA TERTENTU (SERVICE MESIN ATAU KOMPUTER)
PT Polan (badan memiliki NPWP) menerima penghasilan dari PT Delta karena memberikan jasa cleaning service dengan nilai kontrak Rp50.000.000,-. Besarnya penghasilan yang diterima PT Polan tersebut yang harus dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Delta adalah sebagai berikut : Rp50.000.000,- x 2% = Rp1.000.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 26 ATAS PENGHASILAN TERTENTU (ROYALTI)
PT Polan (badan) membayar royalty ke perusahaan yang berada di luar negeri dengan jumlah Rp100.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong PT Polan : Rp100.000.000,- x 20% = Rp20.000.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada Tuan A sebesar Rp10.000.000,-. atas sewa toko. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong CV Polan : Rp10.000.000,- x 10% = Rp1.000.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI
CV Polan (badan memiliki NPWP) menerima penghasilan atas jasa kosntruksi yang diserahkannya ke Dinas Pendidikan kota A sebesar Rp500.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong Dinas Pendidikan Kota A atas penghasilan yang diterima CV Polan : Rp500.000.000,- x 2% = Rp10.000.000,-

CONTOH PENYETORAN SENDIRI DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN
Tuan Bonar (perseorangan memiliki NPWP) menerima penghasilan atas penjualahan tanah berikut bangunannya sebesar Rp1.000.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus disetor sendiri oleh Tuan B atas penghasilan yang diterimanya : Rp1.000.000.000,- x 5% = Rp50.000.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 15 ATAS PENGHASILAN SEWA KAPAL MILIK PERUSAHAAN PELAYARAN DALAM NEGERI
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada PT C yang merupakan perushaan pelayaran sebesar Rp50.000.000,-. Atas sewa kapal (charter). Besarnya PPh Pasal 15 yang harus dipotong oleh CV Polan :Rp50.000.000,- x 1,2% = Rp600.000,-

CONTOH PENYETORAN SENDIRI DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 15 ATAS PENGHASILAN DARI USAHA PELAYARAN
CV Utama (badan) memiliki usaha perkapalan dan menerima penghasilan atas sewa kapal selama sebulan dari perseorangan (bukan pemotongan) sebesar Rp10.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 15 yang harus disetor sendiri oleh CV Utama atas penghasilan yang diterimanya :Rp10.000.000,- x 1,2% = Rp120.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PENJUALAN BARANG KENA PAJAK
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) menyerahkan (menjual) Barang Kena Pajak berupa Alatalat tulis kepada pembelinya seharga Rp2.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dipungut oleh CV Polan dari pembeli: Rp2.000.000,- x 10% = Rp200.000,- Sehingga total yang ditagih CV Polan kepada pembelinya : Rp2.000.000,- + Rp200.000,- =Rp2.200.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PENJUALAN BARANG KENA PAJAK KEPADA KANTOR PEMERINTAHAN (PEMUNGUT PPN)
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) menyerahkan jasa catering kepada Bendahara Kementerian Keuangan dengan kontrak harga Rp20.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dipungut oleh CV Polan dari pembeli (Kementrian Keuangan): Rp20.000.000,- x 10% = Rp2.000.000,- Sehingga total yang ditagih CV Polan kepada Bendahara Kementerian Keuangan: Rp2.000.000,- + Rp200.000, =Rp2.200.000,- Namun karena Bendahara Kementerian Keuangan ditunjuk sebagai pemungut, maka PPN yang ditagih CV Polan (sebesar Rp200.000), disetor sendiri oleh Bandahara Kementerian Keuangan tersebut ke bank atau kantor pos

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PEMBELIAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) membeli mesin cetak (Barang Kena Pajak) dari PT Bagus (PKP) seharga Rp50.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dibayar oleh CV Polan dari pembeli: Rp50.000.000,- x 10% = Rp5.000.000,- Sehingga total yang dibayar CV Polan kepada PT bagus : Rp50.000.000,- + Rp5.000.000,- =Rp55.000.000,-

Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran Pajak

22 May

KODE AKUN PAJAK 411121 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 21 KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Masa PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak yang mzasih harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Pasal 21.
200 Tahunan PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.
300 STP PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 21.
310 SKPKB PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 21.
311 SKPKB PPh Final Pasal 21 Pembayaran Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 21 pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon.
320 SKPKBT PPh Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 21.
321 SKPKBT PPh Final Pasal 21 Pembayaran Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 21 pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun dan Uang Pesangon.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
401 PPh Final Pasal 21 Pembayaran Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon.
402 PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya.

KODE AKUN PAJAK 411122 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 22 KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Masa PPh Pasal 22 untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal 22 untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Pasal 22.
200 STP PPh Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Pasal 22.
310 SKPKB PPh Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 22.
311 SKPKB PPh Final Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 22.
320 SKPKBT PPh Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 22.
321 SKPKBT PPh Final Pasal 22 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 22.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
401 PPh Final Pasal 22 atas Penebusan Migas untuk pembayaran PPh Final Pasal 22 atas Penebusan Migas.
402 PPh Final Pasal 22 atas Penyerahan Rokok Produksi Dalam Negeri untuk pembayaran PPh Final Pasal 22 atas penyerahan rokok produksi dalam negeri.
900 Pemungut PPh Pasal 22 untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut.

KODE AKUN PAJAK 411123 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 22 IMPOR KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Masa PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22 atas transaksi impor.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Pasal 22 Impor.
300 STP PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Pasal 22 atas transaksi impor.
310 SKPKB PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 22 atas transaksi impor.
320 SKPKBT PPh Pasal 22 Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 22 atas transaksi impor.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411124 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 23 KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Masa PPh Pasal 23 untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor (selain PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa) yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.
101 PPh Pasal 23 atas Dividen untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.
102 PPh Pasal 23 atas Bunga untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas bunga (termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang) yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.
103 PPh Pasal 23 atas Royalti untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas royalti yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.
104 PPh Pasal 23 atas Jasa untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal 23 untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Pasal 23.
300 STP PPh Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Pasal 23 (selain STP PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa).
301 STP PPh Pasal 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa.
310 SKPKB PPh Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 23 (selain SKPKB PPh pasal 23 atas dividen, bunga, royalti dan jasa).
311 SKPKB PPh Pasal 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa.
312 SKPKB PPh Final Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 23.
320 SKPKBT PPh Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 23 (selain SKPKBT PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa).
321 SKPKBT PPh Pasal 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa.
322 SKPKBT PPh Final Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 23.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
401 PPh Final Pasal 23 atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi untuk pembayaran PPh Final Pasal 23 atas bunga simpanan anggota koperasi.

KODE AKUN PAJAK 411125 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 25/29 ORANG PRIBADI KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi yang terutang.
101 Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pengusaha Tertentu untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang terutang.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal 25 Orang Pribadi untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Pasal 25 Orang Pribadi.
200 Tahunan PPh Orang Pribadi untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
300 STP PPh Orang Pribadi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Orang Pribadi.
310 SKPKB PPh Orang Pribadi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Orang Pribadi.
320 SKPKBT PPh Orang Pribadi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Orang Pribadi.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411126 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 25/29 BADAN KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Masa PPh Pasal 25 Badan untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Badan yang terutang.
101 PPh Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/ atau Bangunan yang tidak bersifat final Badan untuk pembayaran PPh Badan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan yang tidak bersifat final atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan yang atas tanah dan/atau bangunan dan merupakan bagian pembayaran pendahuluan (PPh Pasal 25) dilakukan oleh Wajib Pajak Badan yang kegiatan utamanya bukan melakukan pengalihan hak
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal 25 Badan untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Pasal 25 Badan.
200 Tahunan PPh Badan untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan.
300 STP PPh Badan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Badan.
310 SKPKB PPh Badan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Badan.
320 SKPKBT PPh Badan untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Badan.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411127 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 26 KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Masa PPh Pasal 26 untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor (selain PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba setelah pajak BUT) yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
101 PPh Pasal 26 atas Dividen untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
102 PPh Pasal 26 atas Bunga untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas bunga (termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang) yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
103 PPh Pasal 26 atas Royalti untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas royalti yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
104 PPh Pasal 26 atas Jasa untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.
105 PPh Pasal 26 atas Laba setelah Pajak BUT untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus dibayar atas laba setelah pajak BUT yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh BUT.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Pasal 26 untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Pasal 26.
300 STP PPh Pasal 26 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Pasal 26 (selain STP PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba setelah pajak BUT).
301 STP PPh Pasal 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak BUT.
310 SKPKB PPh Pasal 26 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 26 (selain SKPKB PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba setelah pajak BUT).
311 SKPKB PPh Pasal 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak BUT.
320 SKPKBT PPh Pasal 26 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 26 (selain SKPKBT PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba setelah pajak BUT).
321 SKPKBT PPh Pasal 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak BUT.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411128 UNTUK JENIS PAJAK PPh FINAL DAN FISKAL LUAR NEGERI KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Fiskal Luar Negeri untuk pembayaran Fiskal Luar Negeri.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPh Final untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Final.
300 STP PPh Final untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar/ disetor yang tercantum dalam STP PPh Final.
310 SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2).
311 SKPKB PPh Final Pasal 15 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 15.
312 SKPKB PPh Final Pasal 19 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 19.
320 SKPKBT PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 4 ayat (2).
322 SKPKBT PPh Final Pasal 19 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 19.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
401 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Diskonto/ untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas diskonto/bunga obligasi.
402 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
403 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/ atau Bangunan untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
404 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Bunga Deposito / Tabungan, Jasa Giro dan Diskonto SBI untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, jasa giro dan diskonto SBI.
405 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Hadiah Undian untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas hadiah undian.
406 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Transaksi Saham dan Obligasi di Bursa Efek untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi saham dan obligasi di Bursa Efek.
407 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Pendiri untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penjualan Saham Pendiri.
408 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal Ventura untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penjualan saham milik Perusahaan Modal Ventura.
409 PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi.
410 PPh Final Pasal 15 atas Jasa Pelayaran Dalam Negeri untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa pelayaran dalam negeri.
411 PPh Final Pasal 15 atas Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri.
412 PPh Final Pasal 15 atas Jasa Penerbangan Dalam Negeri untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa penerbangan dalam negeri.
413 PPh Final Pasal 15 atas Penghasilan Perwakilan Dagang Luar Negeri untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas penghasilan perwakilan dagang luar negeri.
414 PPh Final Pasal 15 atas Pola Bagi Hasil untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas pola bagi hasil.
415 PPh Final Pasal 15 atas Kerjasama Bentuk BOT untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas kerjasama bentuk BOT.
416 PPh Final Pasal 19 atas Revaluasi Aktiva Tetap untuk pembayaran PPh Final Pasal 19 atas revaluasi aktiva tetap.

KODE AKUN PAJAK 411129 UNTUK JENIS PAJAK PPh NON MIGAS LAINNYA KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 PPh Non Migas Lainnya untuk pembayaran masa PPh Non Migas lainnya.
300 STP PPh Non Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Non Migas lainnya.
310 SKPKB PPh Non Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Non Migas lainnya.
320 SKPKBT PPh Non Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Non Migas lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411111 UNTUK JENIS PAJAK PPh MINYAK BUMI KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 PPh Minyak Bumi untuk pembayaran masa PPh Minyak Bumi.
300 STP PPh Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Minyak Bumi.
310 SKPKB PPh Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Minyak Bumi.
320 SKPKBT PPh Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Minyak Bumi.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411112 UNTUK JENIS PAJAK PPh GAS ALAM KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 PPh Gas Alam untuk pembayaran masa PPh Gas Alam.
300 STP PPh Gas Alam untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Gas Alam.
310 SKPKB PPh Gas Alam untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Gas Alam.
320 SKPKBT PPh Gas Alam untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Gas Alam.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411113 UNTUK JENIS PAJAK PPh LAINNYA DARI MINYAK BUMI KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 PPh Lainnya Dari Minyak Bumi untuk pembayaran masa PPh lainnya dari Minyak Bumi.
300 STP PPh Lainnya Dari Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh lainnya dari Minyak Bumi.
310 SKPKB PPh Lainnya Dari Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh lainnya dari Minyak Bumi.
320 SKPKBT PPh Lainnya Dari Minyak Bumi untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh lainnya dari Minyak Bumi.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411119 UNTUK JENIS PAJAK PPh MIGAS LAINNYA KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 PPh Migas Lainnya untuk pembayaran masa PPh Migas Lainnya.
300 STP PPh Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPh Migas Lainnya.
310 SKPKB PPh Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Migas Lainnya.
320 SKPKBT PPh Migas Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh Migas Lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411211 UNTUK JENIS PAJAK PPN DALAM NEGERI KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Setoran Masa PPN Dalam Negeri untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SPT Masa PPN Dalam Negeri.
101 Setoran PPN BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean untuk pembayaran PPN terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean.
102 Setoran PPN JKP dari luar Daerah Pabean untuk pembayaran PPN terutang atas Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean.
103 Setoran Kegiatan Membangun Sendiri untuk pembayaran PPN terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri.
104 Setoran Penyerahan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan untuk pembayaran PPN terutang atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.
Setoran Atas Pengalihan Aktiva Dalam Rangka Restrukturisasi Perusahaan untuk pembayaran PPN yang terutang atas pengalihan aktiva dalam rangka restrukturisasi perusahaan.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPN Dalam Negeri untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPN Dalam Negeri.
300 STP PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPN Dalam Negeri.
310 SKPKB PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN Dalam Negeri.
311 SKPKB PPN Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean.
312 SKPKB PPN Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean.
313 SKPKB PPN Kegiatan Membangun Sendiri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.
314 SKPKB Pemungut PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN yang menjadi kewajiban pemungut.
320 SKPKBT PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN Dalam Negeri.
321 SKPKBT PPN Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean.
322 SKPKBT PPN Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean.
323 SKPKBT PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.
324 SKPKBT Pemungut PPN Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN Dalam Negeri yang menjadi kewajiban pemungut.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
900 Pemungut PPN Dalam Negeri untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh Pemungut.

KODE AKUN PAJAK 411212 UNTUK JENIS PAJAK PPN IMPOR KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Setoran Masa PPN Impor untuk pembayaran PPN terutang pada saat impor BKP
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPN Impor untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPN Impor.
300 STP PPN Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPN Impor.
310 SKPKB PPN Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN Impor.
320 SKPKBT PPN Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN Impor.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
900 Pemungut PPN Impor untuk penyetoran PPN impor yang dipungut oleh pemungut.

KODE AKUN PAJAK 411221 UNTUK JENIS PAJAK PPnBM DALAM NEGERI KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Setoran Masa PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SPT Masa PPnBM Dalam Negeri.
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPnBM Dalam Negeri.
300 STP PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPnBM Dalam Negeri.
310 SKPKB Masa PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPnBM Dalam Negeri.
311 SKPKB Pemungut PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPnBM Dalam Negeri yang menjadi kewajiban pemungut.
320 SKPKBT Masa PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM Dalam Negeri.
321 SKPKBT Pemungut PPnBM Dalam Negeri untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM Dalam Negeri yang menjadi kewajiban pemungut.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
900 Pemungut PPnBM Dalam Negeri untuk penyetoran PPnBM Dalam Negeri yang dipungut oleh pemungut.

KODE AKUN PAJAK 411222 UNTUK JENIS PAJAK PPnBM IMPOR KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Setoran Masa PPnBM Impor untuk pembayaran PPnBM terutang pada saat impor BKP
199 Pembayaran Pendahuluan skp PPnBM Impor untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak PPnBM Impor.
300 STP PPnBM Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPnBM Impor.
310 SKPKB PPnBM Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPnBM Impor.
320 SKPKBT PPnBM Impor untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM Impor.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
900 Pemungut PPnBM Impor untuk penyetoran PPnBM Impor yang dipungut oleh pemungut.

KODE AKUN PAJAK 411219 UNTUK JENIS PAJAK PPN LAINNYA KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Setoran Masa PPN Lainnya untuk pembayaran PPN Lainnya yang terutang.
300 STP PPN Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPN Lainnya.
310 SKPKB PPN Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN Lainnya.
320 SKPKBT PPN Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN Lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411229 UNTUK JENIS PAJAK PPnBM LAINNYA KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Setoran Masa PPnBM Lainnya untuk pembayaran PPnBM Lainnya yang terutang.
300 STP PPnBM Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PPnBM Lainnya.
310 SKPKB PPnBM Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPnBM Lainnya.
320 SKPKBT PPnBM Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM Lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411611 UNTUK BEA MATERAI KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Bea Meterai untuk pembayaran penggunaan Bea Meterai.
199 Pembayaran Pendahuluan skp Bea Meterai untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak Bea Meterai.
300 STP Bea Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP Bea Meterai.
310 SKPKB Bea Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB Bea Meterai.
320 SKPKBT Bea Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT Bea Meterai.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411612 UNTUK PENJUALAN BENDA MATERAI KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Penjualan Benda Meterai untuk pembayaran penjualan Benda Meterai.
199 Pembayaran Pendahuluan skp Benda Meterai untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak Benda Meterai.
300 STP Benda Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP Benda Meterai.
310 SKPKB Benda Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB Benda Meterai.
320 SKPKBT Benda Meterai untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT Benda Meterai.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411619 UNTUK JENIS PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
100 Setoran Masa Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk pembayaran Pajak Tidak Langsung Lainnya yang terutang.
300 STP Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP Pajak Tidak Langsung Lainnya.
310 SKPKB Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB Pajak Tidak Langsung Lainnya.
320 SKPKBT Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKBT Pajak Tidak Langsung Lainnya.
390 Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.
900 Pemungut Pajak Tidak Langsung Lainnya untuk penyetoran Pajak Tidak Langsung Lainnya yang dipungut oleh pemungut.

KODE AKUN PAJAK 411621 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPh KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPh untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPh.

KODE AKUN PAJAK 411622 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPN KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPN untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPN.

KODE AKUN PAJAK 411623 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPnBM KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPnBM untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPnBM.

KODE AKUN PAJAK 411624 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA (PTLL) KODE JENIS SETORAN JENIS SETORAN KETERANGAN
300 STP atas Bunga Penagihan PTLL untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PTLL.

Petunjuk Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP)

22 May

NPWP, Nama WP dan Alamat
Diisi sesuai dengan:
NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib Pajak.
Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak.
Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Catatan : Bagi WP yang belum memiliki NPWP
NPWP diisi:
Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000
Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000
XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak.
Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya yang sah.

Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di atas tabel-tabel berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor.
Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis Setoran” untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel berikut sesuai dengan penjelasan dalam kolom “Keterangan”.
 Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat.
Uraian Pembayaran (untuk SSP Standar)
Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom “Jenis Setoran” yang berkenaan dengan Kode MAP dan Kode Jenis Setoran pada tabel berikut.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak.
 Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi objek sewa.

Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar atau disetor.
 Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan satu SSP untuk setiap masa pajak.

Tahun Pajak
 Diisi tahun terutangnya pajak.

Nomor Ketetapan
 Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau STP.

Jumlah Pembayaran
 Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan sen.

Terbilang (untuk SSP Standar)
 Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.

Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)
 Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran (Bank Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.

Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar)
Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib Pajak/Penyetor serta stempel usaha.

Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)
Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Pemberlakuan SSP Baru
SSP dan kode akun pajak sebagaimana terlampir ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2009 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009.

Kurangi Penyalahgunaan Faktur Pajak, Penomoran Faktur Pajak Diatur Kembali

22 May

Ketentuan dalam membuat Faktur Pajak (FP) sekarang mengalami perubahan signifikan terutama dalam hal sistem penomoran. Hal tersebut diatur dalam PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang berlaku per 1 April 2013. Dengan penerbitan ketentuan baru ini, diharapkan berbagai pelanggaran berkenaan dengan ketentuan perpajakan khusunya tentang Pajak Pertambahan Nilai akan berkurang secara signifikan. Sebagai contoh, untuk pemberian Nomor Seri Faktur Pajak, PKP disyaratkan telah mempunyai Kode Aktivasi dan Password dan telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir. Selain itu, untuk mendapatkan Kode Aktivasi, disyaratkan terhadap PKP telah di lakukan Registrasi Ulang atau verifikasi. Dengan ketentuan baru ini tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak akan meningkat dan penerbitan Faktur Pajak Fiktif akan berkurang.

Beberapa hal terkait dengan penerbitan Faktur Pajak sesuai PER-24/PJ/2012 yang baru tersebut, Wajib Pajak perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Menurut Peraturan yanglama PER-13/PJ./2010 jo PER-65/PJ/2010, faktur pajak harus dibuat pada:
saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Di Peraturan yang baru (PER-24/PJ/2012) ditambahkan satu kondisi baru, yaitu saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Selain penetapan saat penerbitan Faktur Pajak, di ketentuan ini juga di atur sanksi apabila ketentuan tentang saat penerbitan Faktur Pajak tersebut tidak dipenuhi, terhadap PKP akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 14 UU KUP. Apabila Faktur Pajak diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud di atas, PKP dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
Akibatnya, PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai Pajak Masukan.
Penomoran Faktur Pajak
Sistem penomoran Faktur Pajak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Di sistem penomoran yang baru ini, jumlah digit Nomor Faktur Pajak tetap 16 (enam belas) digit, tetapi dengan pengaturan yang berbeda, yaitu:
2 (dua) digit Kode Transaksi;
1 (satu) digit Kode Status; dan
13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Hanya pada bagian 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak ini saja yang mengalami perubahan yang signifikan. Di ketentuan yang lama Nomor Seri Faktur Pajak ini hanya terdiri atas 10 (sepuluh) digit saja dan diterbitkan secara urut mulai dari 0000000001 tiap awal tahun.
Di ketentuan yang baru ini, Direktorat Jenderal Pajak yang akan memberikan nomor Faktur Pajak secara blok sesuai permintan Wajib Pajak.
Sebagai contoh, PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.

Catatan:
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 demikian seterusnya.
Pengajuan Permohonan Kode Aktivasi dan Password
Agar dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak harus mengajukan surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password terlebih dahulu agar dapat memperoleh Nomor Faktur Pajak. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP setelah PKP memenuhi syarat sebagai berikut:
PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dan laporan hasil registrasi ulang verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012
Tatacara mengajukan Kode Aktivasi dan Password
Tatacara mengajukan Kode Aktivasi dan Password di atur sebagai berikut:
Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengajukan permohonan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan.
Dalam hal Surat Permohonan sudah diisi dengan lengkap, PKP menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS).
Dalam hal permohonan Kode Aktivasi dan Password disetujui, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Kode Aktivasi melalui jasa kurir ke alamat PKP sesuai dengan data yang ada pada sistem di KPP dan menerima Password melalui surat elektronik (email). Dalam hal permohonan ditolak, PKP akan menerima surat Penolakan Pemberian Kode Aktivasi yang dikirimkan oleh KPP melalui jasa ekspedisi ke alamat PKP sesuai dengan data yang ada pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak.

Untuk pertama kalinya Permohonan Kode Aktivasi dan Password dan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak dapat diajukan oleh PKP mulai tanggal 1 Maret 2013.
Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak
Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar, akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak berdasarkan permintaan PKP, dengan syarat PKP telah mempunyai Kode Aktivasi dan Password. Selain itu, diperlukan pula syarat lain yaitu PKP telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang telah jatuh tempo, secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Penunjukkan dan Penandatangan Faktur Pajak
Sebagaimana telah di atur di Peraturan terdahulu, PKP berkewajiban untuk memberitahukan ke KPP dimana PKP terdaftar tentang Pejabat/Pegawai yang berwenang untuk menandatangani Faktur Pajak. Namun demikian, peraturan terbaru ini mengharuskan PKP untuk melampirkan fotokopi identitas diri para pejabat/pegawai penandatangan faktur pajak yang telah dilegalisir oleh yang berwenang.
Pemakaian Nomor Seri Faktur Pajak
Berbeda dengan Peraturan sebelumnya yang mewajibkan penomoran Faktur Pajak secara sequence, di Peraturan yang baru ini PKP diperkenankan memberikan Nomor Seri Faktur Pajak secara tidak berurutan. Konsekuensinya, di setiap masa pajak Desember, Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak dipergunakan harus dilaporkan ke KPP tempat PKP terdaftar, sehingga Nomor Faktur Pajak yang dikeluarkan oleh PKP bersangkutan akan selalu termonitor
Faktur Pajak Tidak Lengkap
Di Peraturan yang baru ini tidak dikenal lagi istilah Faktur Pajak Cacat. Sebagai gantinya muncul istilah Faktur Pajak Tidak Lengkap. Pada dasarnya kedua istilah ini mempunyai pengertian yang sama. Di peraturan yang baru ini dipertegas bahwa PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penegasan ini semakin memperjelas dan memberikan kepastian hukum bagi fiskus dan PKP.

Dengan adanya pengaturan kembali ini diharapkan penyalahgunaan faktur pajak dapat ditekan. Sehingga penerimaan pajak dari PPN dapat diamankan.

Cara Laporkan Pajak Anda Mudah dan Cepat.

21 May

Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan.

Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur Pajak. Pelaporan Pajak disampaikan ke KPP atau KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut:

  1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukanPelaporan atas pembayaran Pajak bulanan.
    Ada beberapa SPT Masa yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan PPnBM, serta Pemungut PPN
  2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untukPelaporan tahunan.
    Ada beberapa jenis SPT Tahunan: Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi

Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.

KeterlambatanPelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan bulanan:

No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan
Masa
1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
2 PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
3 PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
4 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
5 PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk Wajib Pajak orang pribadi dan badan Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
6 PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk Wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa Akhir masa Pajak terakhir Tgl.20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir
7 PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai 1 hari setelah dipungut Hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan)
8 PPh Pasal 22 – Bendahara Pemerintah Pada hari yang sama saat penyerahan barang Tgl. 14 bulan berikut
9 PPh Pasal 22 – Pertamina Sebelum Delivery Order dibayar  
10 PPh Pasal 22 – Pemungut tertentu Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
11 PPN dan PPn BM – PKP Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak
12 PPN dan PPn BM – Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikut Tgl. 14 bulan berikut
13 PPN & PPn BM – Pemungut Non Bendahara Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
14 PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15,21,23, PPN dan PPnBM Untuk Wajib Pajak Kriteria Tertentu Sesuai batas waktu per SPT Masa Tgl.20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan tahunan:

No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan
Tahunan
1 PPh – Orang Pribadi Sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun Pajak
2 PPh – Badan Sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun Pajak
3 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT —-

cara Daftar NPWP (Mudah kok)

17 May

Jaman sekarang belum punya NPWP, Seperti belum punya SIM dan KTP. Kepo banget dech…. 

Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-Undang Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak.

KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping melalui KPP atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-registration, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line melalui situs Pajak (www.pajak.go.id).

Bagi masyarakat baik perseorangan maupun badan (PT, CV, BUMD, firma, kongsi, koperasi, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik) yang memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, wajib mendaftarkan sendiri ke KPP atau K2KP untuk memperoleh NPWP. Bagi perseorangan, yang wajib memiliki NPWP adalah yang telah memenuhi persyarat subjektif dan syarat objektif.

Syarat subjektifnya adalah orang pribadi, sedangkan syarat objektifnya adalah memiliki penghasilan yang akan dikenakan pajak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Berikut ini tabel PTKP bagi perseorangan mulai tahun pajak 2013:

Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun (Rp) Sebulan (Rp)
untuk Wajib Pajak orang pribadi tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan (TK) 24.300.000,- 2.025.000,-
untuk Wajib Pajak orang pribadi kawin dan tidak mempunyai tanggungan (K/0) 26.325.000,- 2.193.750,-
untuk Wajib Pajak orang pribadi kawin + 1 tanggungan (K/1) 28.350.000,- 2.362.500,-
untuk Wajib Pajak orang pribadi kawin + 2 tanggungan (K/2) 30.375.000,- 2.531.250,-
untuk Wajib Pajak orang pribadi kawin + 3 tanggungan (K/3) 32.400.000,- 2.700.000,-
untuk Wajib Pajak Kawin + Penghasilan istri digabung dan tidak ada tanggungan (K/I/0) 50.625.000,- 4.218.750,-
Untuk Wajib Pajak Kawin + Penghasilan istri digabung + 1 tanggungan (K/I/1) 52.650.000,- 4.387.500,-
Wajib Pajak Kawin + Penghasilan istri digabung + 2 tanggungan (K/I/2) 54.675.000,- 4.556.250,-
Wajib Pajak Kawin + Penghasilan istri digabung + 3 tanggungan (K/I/3) 56.700.000,- 4.725.000,-

Keterangan:

  1. Tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
  2. PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.

 

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan.

Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-registration.

Data pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak untuk mengisi formulir permohonan antara lain sebagai berikut:

  1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dokumen yang diperlukan hanya berupa KTP yang masih berlaku.
  2. Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
    1. Akte Pendirian dan Perubahannya;
    2. KTP yang masih berlaku sebagai penanggung jawab;
  3. Kepada Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Kartu NPWP diberikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap.

Perlu diketahui masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN.

Fungsi NPWP adalah :

  1. Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan;
  2. Sebagai identitas Wajib Pajak;
  3. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasirasi perpajakan;
  4. Menjadi persyaratan dalam pelayanan umum, misalnya passpor, kredit bank dan lelang.

Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti :

  1. memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
  2. salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank; dan
  3. memenuhi persyaratan untuk bisa mengikuti tender-tender yang dilakukan oleh Pemerintah.

 

PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
Bagi masyarakat yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto (omzet) melebihi Rp 600.000.000,- setahun. 

Masyarakat yang tidak memenuhi persyaratan, dapat juga melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Bagi pengusaha yang telah diukuhkan sebagai PKP, diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari setiap pembeli/pemakai jasanya dengan menerbitkan faktur pajak.

PPN yang sudah dipungut, kemudian dilaporkan dalam laporan bulanan (Surat Pemberitahuan-SPT Masa) dan apabila ternyata ada PPN yang harus disetor ke bank atau kantor pos, maka harus disetor terlebih dahulu sebelum dilaporkan ke ke KPP tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. KPP atau KP2KP akan melakukan penelitian mengenai keberadaan dan kegiatan usaha di tempat usaha Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP tersebut.

 

cara hitung PPh Pasal 21 (2013)

17 May

Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).

Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji.  Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:

 

Gaji   3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja       15.000,00
Premi Jaminan Kematian   9.000,00
Penghasilan bruto   3.024.000,00
Pengurangan    
1. Biaya jabatan    
5%x3.024.000,00 151.200,00  
2. Iuran Pensiun 50.000,00  
3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00  
    261.200,00
Penghasilan neto sebulan   2.762.800,00
Penghasilan neto setahun    
12×2.762.800,00   33.153.600,00
PTKP    
– untuk WP sendiri 24.300.000,00  
– tambahan WP kawin 2.025.000,00  
    26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun   6.828.600,00
Pembulatan   6.828.000,00
PPh terutang    
5%x6.828.000,00 341.400,00  
PPh Pasal 21 bulan Juli    
341.400,00 : 12   28.452,00

Catatan:

  • Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
  • Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp28.452,00=Rp 34.140,00

Pajak Penghasilan

17 May

Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresifproporsional, atau regresif 

Sejarah Pajak Penghasilan 

Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti “patent duty“. Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.

Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang diperbaharui pada tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.

Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing), pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonasi pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan cuti pajak (tax holiday).

Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya reformasi pajak, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.

Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. saja.

Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan “UU MPO dan MPS”. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya reformasi pajak di Indonesia.

Subjek Pajak Penghasilan: 

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

  1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
  3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
    1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
    3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
    4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
  4. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia

Bukan Subjek Pajak Penghasilan : 

  1. Badan perwakilan negara asing.
  2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat – pejabat lain dari negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
  3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
  4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia

Objek Pajak : 

Objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak darimanapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.

Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.

 

Pengertian Hukum Pajak (Singkat)

17 May

 

Hukum pajak atau juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara & orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak).

Sedangkan definisi pajak sendiri tidak mempunyai batasan diantaranya adalah:
• Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani,”pajak adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-paraturan dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk,dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negarauntuk menyelenggerakan pemerintahan”.
• Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Tetapi pengertian tersebut dikoreksi lagi dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan , Eresco, 1974, halaman 8 “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.

Dari beberapa definis diatas & berdasarkan ciri-ciri dari pajak dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah iuran yang dipungut baik oleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan palaksanaannya kepada wajib pajak yang diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik yang bersifat pembiayaan (publik Investment )maupun mengatur untuk mencapai kesejahteraan umum.

PEMBAGIAN PAJAK
Secara umum pembagian pajak dibedakan berdasarkan sifat-sifat & ciri-ciri tertentu yang terdapat dalam masing-masing pajak.
Pembagian pajak berdasarkan sifat-sifat tertentu :
 Pajak atas kekayaan & pendapatan
 Pajak atas lalu lintas, yaitu lalu lintas hukum,kekayaan & barang
 Pajak yang bersifat kebendaan
 Pajak atas pemakaian

Pembagian pajak berdasarkan ciri-ciri tertentu:
 Pajak subjektif & objektif
 Pajak langsung & tidak langsung
 Urunan & pajak umum
 Pajak umum & pajak daerah

Pembagian Menurut Prof. Adriani
Prof. Adriani sangat mengutamakan pembagian pajak berdasarkan ciri-ciri yang mempunyai arti prinsip & menyimpulkan bahwa pembedaan antara pajak subjektif & pajak objektif sangat tepat. Sebaliknya ia tidak menyetujui pemakaian istilah seperti pajak pribadi & pajak kebendaan.
Pajak subjektif & pajak objektif, yang dimaksud pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi wajib pajak. Golongan pajak subjektif adalah pajak pendapatan atas penduduk indonesia & pajak kekayaan atas penduduk Indonesia, serta pajak yang dipungut dari badan-badan.
Pajak objektif pertama-tama melihat pada objeknya (benda,keadaan,perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak) kemudian baru dicari subjeknya baik yang berkediaman di Indonesia maupun tidak. Golongan pajak objektif diantaranya:
a. Pajak yang dipungut karena keadaan diantaranya pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak karena menggunakan benda yang kena pajak.
b. Pajak yang dipungut karena perbuatan diantaranya pajak lalu lintas kekayaan, pajak lalu lintas hukum, pajak lalu lintas barang, serta pajak atas pamakaian.
c. Pajak yang dipungut karena peristiwa diantaranya bea pemindahan di Indonesia contohnya pemindahan harta warisan.

Pembagian pajak ke dalam pajak langsung & pajak tidak langsung
Pajak langsung & tidak langsung.pajak langsung ialah pajak yang dipungut secara periodik menurut kohir (daftar piutang pajak) yang sesungguhnya tidak lain dari tindasan-tindasandari surat-surat ketetapan pajak.
Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut kalau pada suatu saat terdapat suatu peristiwa atau perbuatan & pajak ini tidak ada kohirnya.

Pembagian Menurut Prof. Smeets
Prof. Smeets membedakan antara urunan dan pajak-pajak umum.
Urunan, mempunyai sifat yang sama dengan retribusi karena keduanya dapat dianggap sebagai pengganti kerugian untuk jasa-jasa yang diperoleh dari pemerintah.
Pajak umum. Pajak ini dibagi dalam 7 golongan yakni:
a. Pajak-pajak perorangan atas sisa-sisa yang di dalamnya termasuk pajak pendapatan atas penduduk.
b. Pajak-pajak kebendaaan atas sisa-sisa yang di dalamnya termasuk pajak pendapatan atas bukan penduduk, pajak perseroan, pajak upah, verponding bukan bangunan.
c. Pajak-pajak atas kekayaan.
d. Pajak-pajak atas tambahnya kekayaan.
e. Pajak langsung atas pemakaian seperti pajak rumah tangga, pajak anjing, bea lelang.
f. Pajak tidak langsung atas pemakaian bea masuk.
g. Pajak-pajak yang menaikkan ongkos-ongkos produksi.

Pengertian Pajak (Singkat)

17 May

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan Jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Lembaga Pemerintahan yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jendral Pajak  (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia 

Rifhi Siddiq

Pajak adalah iuran yang dipaksakn pemerintahan suatu negara dalam periode tertentu kepada wajib pajak yang bersifat wajib dan harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara dan bentuk balas jasanya tidak langsung

Leroy Beaulieu

Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah

P. J. A. Adriani

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan

Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH

Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment’

Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:

  1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang.”
  2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
  3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
  4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
  5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).